RaKhalil As'ad Sambut Baik Doa Bersama Ribuan Ulama untuk Perdamaian Dunia Sabtu, 21 Mei 2022 18:36 WIB KH Kholil As'ad Syamsul Arifin menyambut baik doa bersama untuk perdamaian dunia sekaligus halal bihalal tersebut.
Jakarta - KH As'ad Syamsul Arifin dianugerahi gelar Pahlawan Nasional oleh Presiden Jokowi pada tahun 2016 ini. KH As'ad adalah seorang ulama yang turut bergerilya mengusir As'ad yang lahir di Makkah pada 1897 masih keturunan Wali Songo dan termasuk tokoh pelopor berdirinya Nahdlatul Ulama. KH As'ad masih keturunan Sunan Ampel dari ayahandanya Raden Ibrahim KH Syamsul Arifin dan masih keturunan Sunan Kudus dari ibundanya, Siti Maimunah, demikian menurut Wikipedia. KH As'ad dilahirkan dekat Masjidil Haram kala kedua orangtuanya menunaikan ibadah haji dan memperdalam ilmu keislaman. Masa kecilnya kemudian dihabiskan di Pamekasan, Madura dan tinggal di Pondok Pesantren Kembang Kuning, Pamekasan. Setelah itu KH As'ad diajak ayahandanya pindah ke Asembagus-Situbondo, Jawa Timur dan saat remaja kembali lagi ke Pondok Pesantren Banyuanyar, Pamekasan untuk belajar. Dia memperdalam ilmu agamanya di Madrasah Shalatiyah di Makkah dengan ulama-ulama yang berasal dari Melayu maupun dari Timur Tengah. Ayahanda KH As'ad, KH Syamsul Arifin, sudah membabat alas ke Situbondo dan mendirikan pondok pesantren di Dusun Sukorejo tahun 1908. Pasca KH Syamsul Arifin mangkat tahun 1951, KH As'ad lah yang meneruskan pondok pesantren yang akhirnya dikenal dengan nama Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah. Di bawah kepemimpinan KH As'ad, Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah berkembang dengan mendirikan Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, dan Madrasah Aliyah dan sekolah umum seperti SMP, SMA, dan hanya sebagai ulama yang menyebarkan ilmu agama dan memimpin pesantren, KH As'ad juga turun gunung bergerilya berjuang mengusir penjajah Jepang dari Jember. Di Pondok Pesantren Raudlatul Ulum, Sumberwringin, Sukowono yang menjadi markas utamanya, KH As'ad menyusun strategi dan melancarkan serangan untuk melumpuhkan penjajah, demikian seperti dikutip dari situs NU. Dia memimpin para pejuang lain menyerang serdadu Jepang di Garahan, Kecamatan Silo, dengan bergerilya dari Sumberwringin menyusuri jalan puluhan kilometer, naik turun lembah, menembus hutan belantara dan menyeberang sungai. Gerakannya tercium musuh dan dicegat serdadu Jepang di Sungai Kramat. Pasukan yang dipimpin KH As'ad berkonfrontasi dan bisa mengatasi, sehingga para serdadu Jepang lari tunggang langgang ke tengah hutan. Gerakan pasukan KH As'ad membuat serdadu Jepang ciut nyali dan akhirnya berhasil diusir tanpa peperangan di Garahan. KH As'ad adalah penyampai pesan KH Kholil Bangkalan untuk KH Hasyim Asy'ari, yang merupakan cikal bakal berdirinya Nahdlatul Ulama. Sampai akhir hayatnya pada 4 Agustus 1990, KH As'ad menjabat sebagai Dewan Penasihat PB NU. nwk/erd
Beritadan foto terbaru KH R Moh. Kholil As ad - Haru, KH Kholil As'ad Bikin Seruan Tertulis Menangkan Machfud
Oleh Luthfya Fithriani Kelahiran KH. As’ad Syamsul Arifin KH. As’ad Syamsul Arifin merupakan anak pertama dari pasangan KH. Syamsul Arifin dan Nyai Siti Maimunah yang berasal dari Pamekasan, Madura. Beliau memiliki satu saudara adik yaitu bernama KH. Abdurrahman. Kiai As’ad di lahirkan pada tahun 1897 di Makkah tepatnya di kampung Syi’ib Ali, yang berdekatan dengan Masjidil Haram ketika kedua orang tuanya menunaikan ibadah haji dan bermukim di sana untuk memperdalam ilmu ke-islaman. Ada darah bangsawan pada diri Kiai As’ad yang berasal dari kedua orang tuanya. Sang ayah yaitu Raden Ibrahim KH. Syamsul Arifin merupakan keturunan dari Sunan Kudus I, dan sang ibu Nyai Siti Maimunah yang masih mempunyai keturunan dari Sunan Ampel. Ketika berusia 6 tahun kedua orang tuanya membawa beliau pulang ke Pamekasan, Madura dan tinggal di pondok pesantren Kembang Kuning Pamekasan, Madura. Sedangkan adiknya, Kiai Abdurrahman yang saat itu masih berusia 4 tahun dititipkan kepada Nyai Salhah yang merupakan sepupu Nyai Siti Maimunah yang tinggal di Makkah. Setelah 5 tahun tinggal di Pamekasan, Kiai As’ad diajak sang ayah untuk pindah ke pulau Jawa yang pada saat itu masih berupa hutan belantara tepatnya di daerah Asembagus, Situbondo, Jawa Timur untuk menyebarkan agama Islam. Di sana sang ayah membangun sebuah pondok pesantren sebagai tempat untuk berdakwah. Pemilihan tempat tersebut bukan tanpa alasan melainkan atas saran dua ulama dari Semarang yaitu Habib Hasan Musawa dan Kiai Asadullah. Awal pembangunan pondok pesantren hanya terdiri gubuk kayu kecil, musholla, dan asrama santri yang pada saat itu masih dihuni oleh beberapa orang saja. Seiring berjalannya waktu dengan banyaknya santri yang berdatangan untuk belajar ilmu agama, maka pada tahun 1914 pesantren tersebut berkembang. Pondok pesantren tersebut dikenal dengan nama pondok pesantren Salafiyah Syafi’iyah. Masa Pendidikan KH. As’ad Syamsul Arifin Kiai As’ad sejak kecil sudah mendapatkan ilmu agama dari ayahnya yang merupakan seorang ulama. Setelah beranjak usia remaja sang ayah mengirim beliau untuk belajar di sebuah pondok pesantren tua yang didirikan tahun 1785 di Banyuanyar, Pamekasan, Madura. Selama 3 tahun belajar di pondok pesantren tersebut 1910-1913 Kiai As’ad diasuh oleh KH. Abdul Majid dan KH. Abdul Hamid, yang merupakan masih keturunan dari sang pendiri pondok pesantren yakni KH. Itsbat selesai belajar di pondok pesantren Banyuanyar, beliau dikirim lagi oleh ayahnya ke Makkah untuk menjalankan ibadah haji sekaligus memperdalam ilmu agamanya. Ketika menimba ilmu di Makkah, beliau belajar di Madrasah Salathuyah, sebuah madrasah yang sebagian besar murid dan guru-gurunya berasal dari al-Jawi Melayu. Beliau belajar ilmu-ilmu keagaan bersama ulama-ulama terkenal, baik dari ulama al-Jawi maupun ulama Timur Tengah. Di antara guru-guru beliau adalah Syeikh Abbas Al-Maliki, Syeikh Hasan Al-Yamani, Syeikh Muhammad Amin Al-Quthbi, Syeikh Hasan A-Massad, Syeikh Bakir Yogyakarta, Syeikh Syarif As-Sinqithi. Sepulangnya dari Makkah beliau tidak langsung meneruskan pondok pesantren ayahnya. Akan tetapi beliau mengembara di berbagai pondok pesantren untuk memperdalam ilmunya lagi, antara lain ponpes Tebuireng Jombang asuhan KH. Hasyim Asy’ari, ponpes Demangan Bangkalan asuhan Syaikhona Kholil, ponpes Panji Buduran, ponpes Tetango Sampang, dan ponpes Sidogiri Pasuruan. Kiai As’ad ketika nyantri di pondok pesantren Syaikhona Kholil yang berada di daerah Demangan, Bangkalan, Madura, beliau merupakan santri andalan Syaikhona Kholil pada saat itu. Suatu hari pada tahun 1924 M, saat Syaikhona Kholil memanggil beliau untuk ditugasi mengantarkan sebuah tongkat dengan pesan “QS. Thaahaa 18-21” kepada KH. Hasyim Asy’ari di Tebuireng, Jombang, Jawa Timur. Selang beberapa bulan di akhir tahun 1924 Syaikhona Kholil kembali memanggil Kiai As’ad untuk pergi ke Tebuireng menemui KH. Hasyim Asy’ari untuk mengantar tasbih dan berdzikir “Yaa Jabbar Yaa Qohhar”. Ketika Syaikhona Kholil memberikan tasbih itu, Kiai As’ad meminta agar dikalungkan di lehernya. Beliau menjaga dengan sangat baik amanah dari sang guru dan memberikan tasbih itu kepada KH. Hasyim Asyari sebagai tanda bahwa beliau memberi restu akan berdirinya Nahdlatul Ulama. Bisa dikatakan bahwa beliau KH. As’ad Syamsul Arifin adalah penyampai pesan cikal bakal berdirinya Nahdlatul Ulama NU. Sepeninggalan sang ayah KH. Raden Syamsul Arifin pada tahun 1951, kepengasuhan pondok pesantren Salafiyah Syafi’iyah diberikan kepada Kiai As’ad. Di bawah asuhan beliau pondok pesantren Salafiyah Syafi’iyah mengalami perkembangan yang cukup pesat, sehingga pada tahun 1968 berdirilah sebuah Universitas Syafi’iyah dengan Fakultas Tarbiyah dan Fakultas Dakwah. Tidak berhenti sampai disitu, beliau mendirikan Sekolah Menengah Pertama SMP, Sekolah Menengah Atas SMA pada tahun 1980. Kemudian kemajuan yang lainnya juga di tunjukkan pada tahun 1985 dengan berdirinya sebuah Sekolah Dasar SD. Selang satu tahun kembali mendirikan sekolah di bidang perekonomian dengan berdirinya Sekolah Menengah Ekonomi Tingkat Atas SMEA pada tahun 1986. Dan di tahun 1990 berdiri berbagai lembaga salah satunya Lembaga Kaderisasi Fuqoha’ atau yang lebih dikenal dengan nama Ma’had Aliy, yang merupakan lembaga dalam rangka mengantisipasi isu krisis ulama. Masa perjuangan KH. As’ad Syamsul Arifin Melawan Penjajah Tak hanya sebagai ulama yang menyebarkan ilmu agama dan memimpin pesantren, Kiai As’ad juga turun gunung bergerilya berjuang mengusir penjajah Jepang dari Jember. Di Pondok Pesantren Raudlatul Ulum, Sumberwringin, Sukowono yang menjadi markas utamanya, Kiai As’ad menyusun strategi dan melancarkan serangan untuk melumpuhkan penjajah, demikian seperti dikutip dari situs memimpin para pejuang untuk melawan serdadu Jepang di Garahan, Kecamatan Silo. Beliau bersama pejuang lainnya bergerilya dari Sumberwringin menyusuri jalan puluhan kilometer, naik turun lembah, menembus hutan belantara dan menyeberang sungai. Gerakannya tercium musuh dan dicegat pasukan penjajah di Sungai Kramat. Pada masa perjuanganya, beliau bersama dengan sepupunya KH. Abdus Shomad sempat mendapatkan kursus teknik dasar militer di Jember pada waktu itu. Dengan modal inilah beliau bersama kiai-kiai lainnya menyusun pergerakan yang dipadukan dengan kekuatan rakyat dan para santri. Sosok beliau yang berkarisma menjadikannya disegani oleh para masyarakat yang berada di kawasan Banyuwangi, Situbondo, Bondowoso, Probolinggo, Jember, Lumajang, dan Pasuruan. Terutama disegani oleh ketiga laskar di kawasan itu yaitu laskar Sabilillah, laskar Hizbullah, dan laskar Pelopor. Semua kiai yang berada pada laskar Sabilillah menuruti semua strategi yang di buat oleh beliau. Begitu juga dengan para santri yang berada pada laskar Hizbullah, mereka dengan senang hati mengikuti strategi pergerakan perjuangan beliau. Tak hanya kiai dan para santri saja, para rakyat termasuk para preman yang berada pada barisan laskar Pelopor juga mengikuti strategi beliau. Pasukan yang dipimpin oleh beliau berhadapan langsung dengan musuh. Meskipun begitu beliau bersama pasukannya bisa mengatasi para penjajah Jepang, sehingga membuat mereka lari menuju ke tengah hutan. Gerakan pasukan Kiai As’ad membuat Jepang nyalinya menciut dan akhirnya berhasil diusir tanpa peperangan di Garahan. Pesan KH. As’ad Syamsul Arifin dalam berjuang membela negara adalah dengan niat. Niat memperjuangkan agama dan negara. Memperjuangkan agama untuk akhiratnya dan memperjuangkan negara untuk dunianya. Perjuangan di Bidang Politik Ketika NU memutuskan untuk menjadi partai politik dan meninggalkan Masyumi pada 1952, beliau dan para ulama nusantara yang lain mengembangkan dan memperluas pengabdiannya menuju politik kenegaraan yang sebelumnya hanya fokus di politik kebangsaan dan kerakyatan. Bahkan pada 1957-1959 beliau menjadi juru kampanye partai NU dan dipercaya mengemban amanat sebagai penasehat pribadi Wakil Perdana Menteri kala itu KH. Idham Khalid. Menurut beliau peran masyarakat Islam dalam mendukung partai NU dan men-coblosnya ketika pemilu sangatlah penting. Karena berazazkan Ahlu Sunnah Wal Jamaah dan konsepsi pemikiran yang diajukan dalam sidang bersumber dari ajaran Islam serta para calon yang diajukan berasal dari ulama nasional. Alasan inilah yang menjadikan beliau berjuang dari satu tempat ke tempat lain yang tak lain demi membela NU di ranah perjuangan beliau dan para kiai muda lainnya, membuat presiden Soekarno memilih beliau agar menduduki jabatan sebagai Menteri Agama. Namun beliau bukan seorang yang haus akan jabatan, dengan halus beliau menolak tawaran itu karena menurutnya jabatan seperti itu bukanlah keinginannya, beliau lebih memilih memimpin sebuah pondok pesantren yang keilmuannya itu telah di wariskan oleh ayah dan guru-gurunya. Pengaruh Kiai As’ad tentu membuat cemas para penguasa orde baru yang represif dan otoriter. Sehingga segala cara dilakukan untuk melemahkan NU. Melihat keadaan sepert ini membuat para ulama NU mengadakan Musyawarah Nasional Alim Ulama yang bertempat di pondok pesantren Salafiyah Syafi’iyah Situbondo. Pada 1983 Munas menyatakan bahwa NU menerima Pancasila dan Revitalisasi Khittah 1926. Gagasan ini dikemukakan oleh KH. Achmad Shiddiq yang langsung disetujui oleh Kiai As’ad karena ini dapat menjadi pukulan telak bagi penguasa orde baru yang hendak membubarkan NU dengan dalih tidak menerima Pancasila. Dari perjuangan beliau di bidang politik, pada 3 November 2016 beliau dianugrahi gelar sebagai Pahlwan Nasional berdasarkan Keputusan Presiden Kepres RI No. 90/TK/Tahun 2016. Karomah KH. As’ad Syamsul Arifin Sebagai seorang kiai dan ulama besar, Kiai As’ad tidak hanya menguasai banyak ilmu dari pada guru-guru dan kitab-kitab hikmahnya, Kiai As’ad juga menguasai ilmu yang di anggap oleh masyarakat sebagai ilmu ghaib. Murid dari beliau pun banyak yang berasal dari kaum bromocorah preman,brandalan yang mendalami ilmu kanugrahan, yaitu ilmu kekebalan tubuh. Ketika sesama mereka dibekali oleh sebuah pedang dan celurit untuk saling bacok, tidak ada dari mereka yang cidera sedikit pun. Salah satu dari muridnya yang bernama Mabruk dulunya seorang preman yang kemudian bergabung pada laskar Pelopor untuk menghadapi pasukan penjajah, beberapa hari telah mendalami ilmu kanugrahan tersebut beserta silat. Ia juga di suwuk ditiup dengan do’a oleh KH. As’ad Syamsul Arifin. Kemampuannya dibuktikan ketika perjalanan di daerah Dabasah yang merupakan tempat gudang senjata para penjajah. Dengan izin Allah, pasukan laskar Pelopor berhasil mengambil 24 pucuk senjata dan sejumlah amunisi tanpa mendapatkan perlawanan sedikit pun. Dengan ilmu ghaib yang telah dibekalkan ke pasukan laskar Pelopor tersebut oleh kiai As’ad, mereka mampu masuk gudang tanpa terlihat oleh pasukan penjajah. Wafatnya KH. As’ad Syamsul ArifinKH. As’ad Syamsul Arifin wafat pada 4 Agustus 1990 di Situbondo Jawa Timur pada usia ke 93 tahun.
21Mei 2022 19:00. KBRN, Jakarta: Puluhan kiai khas dan habaib se-Jawa Timur akan menghadiri acara istigasah atau doa bersama untuk perdamaian dunia di Kota Surabaya, Jawa Timur (Jatim), Minggu (22/5/2022). Sekretaris Panitia Nasim Khan mengatakan, acara dihadiri 35 kiai khas termasuk Pengasuh Pondok Pesantren Al-Falah Ploso, Kediri, Jawa Timur
REPUBLIKA - Kelahiran organisasi Nahdlatul Ulama NU disebut tidak akan lahir jika tidak ada tongkat dan tasbih yang dibawa almarhum KHR. As'ad Syamsul Arifin. Karena kedua petunjuk itulah yang membuat Hadratus Syeikh KH Hasyim Asy'ari mantap untuk mendirikan organisasi yang berarti kebangkitan ulama dari bukunya Syamsul A. Hadi 'Khariama Kiai As'ad di Mata Umat', awalnya, pada tahun 1924 Kiai Hasyim dimintai persetujuannya oleh kelompok diskusi taswirul afkar untuk mendirikan sebuah organisasi atau Jamiyah. Sebelum memutuskannya, kiai pendiri pondok pesantren Tebuireng tersebut meminta waktu untuk mengerjakan shalat istikharah terlebih dahulu. Namun, setelah sekilan lama petunjuk tersebut belum kunjung datang, sehingga kiai Hasyim menjadi lubuk hatinya, Kiai Hasyim kemudian ingin berjumpa dengan gurunya, KH Kholil bin Abdul Latif di Bangkalan, Madura. Namun, KH Kholil terlebih dahulu sudah mengetahui kegelisahan Kiai Hasyim tersebut, sehingga kiai segera mengutus salah satu santrinya yang bernama As'ad, yang kelak akan menjadi pendiri Pondok Pesantren Salafiyah Syafiiyah, Sukorejo, pemuda As'ad diberikan amanah oleh Kiai Kholil untuk menyampaikan sebuah tongkat kepada Kiai Hasyim di Tebuireng. Saat sampai di Tebuireng, As'ad juga dipesani agar membacakan Alquran surat Thaha ayat 17-23 kepada Kiai Hasyim. Saat Kiai Hasyim menerima kedatangan As'ad dan mendengar ayat tersebut, hatinya pun langsung bergetar. "Keinginanku untuk membentuk jamiyah agaknya akan tercapai," ujar Kiai Hasyim saat itu sambil meneteskan air demikian, pada kunjungan pertama As'ad tersebut tampaknya belum membuat Kiai Hasyim mantap, sehingga satu tahun kemudian Kiai Kholil mengutus As'ad kembali. Kali ini, ia diamanahi sebuah tasbih untuk disampaikan ke Kiai Hasyim. Saat membawa tasbih tersebut, Kiai Kholil juga meminta As'ad untuk mengamalkan sebuah wirid Ya Jabbar, Ya Qahhar selama perjalannya dari Bangkalan ke Tebuireng, Jombang. "Kiai, saya diutus oleh kiai Kholil untuk menyampaikan tasbih ini," ucap As'ad saat bertemu Kiai Hasyim sambil menunjukkan tasbih yang dikalungkan di lehernya As'ad kedua inilah yang membuat Kiai Hasyim benar-benar mantap untuk mendirikan NU, lantaran menangkap isyarat bahwa Kiai Kholil sebagai gurunya tidak keberatan jika ia dan sahabat-sahabatnya mendirikan oraganisasi tersebut. Itulah jawaban yang dinanti-nantikannya selama tepat pada tanggal 16 Rajab 1344 Hijriyah atau 31 Januari 1926, organisasi NU resmi didirikan dan Kiai Hasyim dipercaya sebagai Rais Akbar pertama.
As'ad Syamsul Arifin | Profil Ulama â€ș LADUNI.ID - Layanan Dokumentasi Ulama dan Keislaman Senin, 29 Agustus 2022 Sumber Gambar: Dok. LaduniID Daftar Isi KH. R. As'ad Syamsul Arifin 1 1.1 1.2 1.3 Riwayat Keluarga 2 Sanad Ilmu dan Pendidikan 2.1 2.2 2.3 Menjadi Pengasuh Pesantren 3.1 Putera-puteri 3.2 3.3 Santri-santri 4 4.1 4.2
Foto KH. Kholil As'ad Samsul KH. Kholil As’ad Samsul merupakan pengasuh sekaligus pendiri Pondok Pesantren Wali Songo yang berlokasi di kecamatan Panji, Kabupaten Situbondo. Ada salah satu cerita unik mengenai perjumpaan beliau dengan Nabi Khidir semasa masih menuntut ilmu kepada Syeihk Ismail Al-Yamani Al-Makki di Kota Makkah Al Mukarromah. Perintah dari Syekh Ismail Suatu saat beliau mendapatkan perintah dari Syekh Ismail untuk melaksanakan Ibadah Umrah sekaligus bertemu dengan orang yang tidak dikenalinya, namun memiliki ciri-ciri yang telah disebutkan oleh gurunya. Sebelum berangkat Umrah, akhirnya KH. Kholil pun berangkat melaksanakan perintah gurunya tersebut. Baca juga Skenario Tuhan Singkat cerita, setelah KH. Kholil selesai melakukan tawaf mengitari Ka’bah dan melaksanakan berbagai macam salat sunnah, beliau pun merasa lelah lalu memutuskan untuk duduk sejenak sambil menghadap ke Ka’bah. Awal Mula Perjumpaan dengan Nabi Khidir Tiba-tiba ada seseorang laki-laki yang duduk di samping beliau dengan posisi kaki terselonjor ke arah Ka’bah. “Sungguh tidak sopan sekali orang ini berselonjor di rumah Allah Swt,” celetuk KH. Kholil di dalam hatinya. Seketika itu juga, orang yang berada di sampingnya tersebut mengatakan semua yang diketahui tentang tujuan, alasan ia berada di sini, sebab diperintah Syekh Ismail termasuk celetukan yang baru saja ia katakana di dalam hatinya tersebut. Baca juga Apa yang Ditimba Gus Dur dari Kiai Ali Maksum Krapyak? Sontak, KH. Kholil pun kaget karena tidak menyangka apa yang dikatakan orang tersebut kepadanya. KH. Kholil pun langsung bersalaman kepada beliau. Dari sinilah beliau tahu bahwa orang tersebut adalah Nabi Khidir. Read Next 1 minggu ago Konsep Penciptaan Perempuan Pertama dalam Al-Qur’an 1 minggu ago Pengaruh Qashas Al-Quran dalam Pendidikan 2 minggu ago Keromantisan Hidup Bersama Al Qur’an 4 minggu ago Pubertas dalam Beragama Maret 19, 2023 Menjelang Bulan Ramadhan, Persiapkan berikut ini Februari 23, 2023 Memahami Bahasa Santri dengan Teori Humanistik Februari 22, 2023 Siapakah Musuh Terbesar Manusia? Februari 22, 2023 Nashoihul Ibad Mutiara Hikmah dari Ulama Banten Februari 14, 2023 Berpetakumpet dengan Tuhan

FOTO JAPAR HUMAS PEMKAB LOMBOK TENGAH Pengasuh Pondok Pesantren Wali Songo, Situbondo, Jawa Timur, KH. Muhammad Kholil As'ad Situbondo saat berbincang dengan Bupati Lombok Tengah, H. Lalu Pathul Bahri, Senin (24/7/2023). LOMBOK - Pengasuh Pondok Pesantren Wali Songo, Situbondo, Jawa Timur, KH.

SyaikhonaKH. Muhammad Kholil bin Abdul Latif Al-Bangkalani dikenal sebagai seorang ulama kharismatik seorang ulama sufi waliyullah, Beliau juga dikenal sebagai guru nusantara pada abad ke-19 hingga ke-20, sekaligus inspirator pendirian Jam'iyah Nahdlatul Ulama (NU). Beliau dilahirkan pada hari Selasa, 11 Jumadil Akhir 1225 H, bertepatan
BeritaMbah Kholil - KH Mohammad Kholil merupakan ulama yang menjadi guru banyak tokoh pendiri bangsa di tanah air. Sukses. Global; On Off; Surabaya; Lifestyle; Health; Citizen6; Pilkada; Ramadan; Mbah Kholil. Semua; Artikel; Video; Foto; Advertisement. Advertisement. Jawa Timur 27 Nov 2021 06:00 Singkatcerita, Kiai Kholil Bangkalan merestui berdirinya NU melalui KH. As'ad Syamsul Arifin. Namun ketika menjelang berdirinya NU, ulama masyhur dari pulau Madura itu wafat pada 1925. Lalu Kiai Hasyim Asy'ari mengutus KH. Wahab Hasbullah untuk menemui dua orang alim dan wali Allah, yaitu Kiai Yasin dan Kiai Muhammad Shiddiq. Oh, itu gampang," jawab Kiai As'ad. "Be en entar bungkol, moleh bungkol (kamu berangkat perang utuh, pulang pun utuh)." Lalu Kiai As'ad mengambil air putih dan menyuruh mereka meminumnya sambil membaca sholawat. Setelah itu Kiai As'ad berpesan, "Kalian tidak boleh menoleh ke kiri dan ke kanan. Terus maju, jangan mundur. .
  • 15gug5aalp.pages.dev/175
  • 15gug5aalp.pages.dev/92
  • 15gug5aalp.pages.dev/236
  • 15gug5aalp.pages.dev/801
  • 15gug5aalp.pages.dev/251
  • 15gug5aalp.pages.dev/865
  • 15gug5aalp.pages.dev/928
  • 15gug5aalp.pages.dev/510
  • 15gug5aalp.pages.dev/711
  • 15gug5aalp.pages.dev/840
  • 15gug5aalp.pages.dev/689
  • 15gug5aalp.pages.dev/917
  • 15gug5aalp.pages.dev/856
  • 15gug5aalp.pages.dev/998
  • 15gug5aalp.pages.dev/450
  • foto kh kholil as ad